WELCOME !

Selamat datang teman-teman semua, di blog ini Insya Allah kita dapat memetik manfaatnya..

Jumat, 09 Mei 2014

Refleksi Gerakan Islam di Indonesia

Oleh Biri Rachman[1]


         Prof. Hazairin, S.H.; Guru Besar Fakultas Hukum UI pernah berkata, "Beribadahlah sesuai agama masing-masing. Maksudnya, negara RI wajib melaksanakan syariat Islam bagi umat Islam, syariat Nasrani bagi umat Nasrani, dan seterusnya.."[2]

         Perkataan beliau tidaklah cacat hukum, karena sejalan dengan bunyi pasal 29 ayat 2 UUD 1945 "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu". Artinya, setiap warga negara dipersilakan untuk melaksanakan syariat agamanya masing-masing. Tak terkecuali Islam, jika berlandaskan pada pasal 29 ayat 2 UUD 1945 di atas, kaum muslimin akan diberikan keleluasaan bahkan jaminan jika melaksanakan syariat Islamnya secara sempurna (kaffah).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ


         "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah : 208)

         Sayangnya, bukannya mendapat jaminan dari negara, orang-orang yang hendak melaksanakan Islam secara sempurna malah dicurigai sebagai seseorang yang akan mengancam stabilitas NKRI. Stigma ini muncul karena 3/4 abad yang lalu, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945 seusai Soekarno membacakan teks proklamasi, Moh. Hatta kedatangan seorang perwira Angkatan Laut Jepang yang mengaku membawa pesan dari golongan Katolik dan Protestan. Pesan yang ia bawa berisi penolakan masyarakat Indonesia timur yang beragama Kristen atas anak-kalimat yang berbunyi "dengan menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", yang terdapat dalam pembukaan (Preambule) UUD 1945. Jika anak-kalimat itu diteruskan, kelompok Kristen Protestan dan Katolik mengancam, "Lebih suka berdiri di Luar Republik Indonesia."[3]

         Sejak kejadian itulah, stigma negatif tentang penegakkan syariat Islam yang akan mengancam stabilitas NKRI terus berkembang dan bertahan sampai sekarang. Hal ini diperparah dengan gerakan de-islamisasi (penghilangan nilai-nilai Islam) yang dilakukan oleh orang-orang yang benci Islam dalam segala aspek, termasuk pendistorsian dan manipulasi sejarah kontribusi Islam bagi kemerdekaan Indonesia, sehingga banyak orang Islam sendiri yang apatis dan antipati terhadap gerakan penegakkan syariat Islam di Indonesia. Sungguh ironis!!

         Kecurigaan terhadap gerakan penegakkan Islam bahkan sudah terjadi sejak dulu. Pejuang kemerdekaan yang juga mempunyai cita-cita menegakkan syariat Islam seperti S.M. Kartosoewirjo[4], Abdul Qahar Mudzakkar[5] dan Tengku Muhammad Daud Beureu'eh[6] dianggap sebagai penghianat negara karena hendak menegakkan syariat Islam di bumi pertiwi. Islam seakan duri bagi bangsa Indonesia. Kehadirannya bagaikan pisau yang akan menyayat-nyayat bangsa Indonesia. Apakah benar Islam merupakan benalu bagi bangsa Indonesia? kalau benar Islam merupakan benalu bagi bangsa Indonesia, lantas apa yang menggerakan para pejuang geriliya di Singaparna, Indramayu, Surabaya, Aceh sehingga mereka rela mengorbankan nyawa demi kemerdekaan Indonesia?
-To be continued-

Wallahu A'lamu Bishshawab
------------------------------------------------------------------------------------------------------
[1]. Hamba Allah, Mahasiswa Pend. Bhs. Arab FPBS UPI. Aktif di Ikatan Pelajar Persis
[2]. Lihat "Trilogi Kepemimpinan Negara Islam Indonesia",Irfan S. Awwas hal 397
[3]. Prof. Dr. Mahfud MD (Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia, mantan Menteri Pertahanan RI era Presiden Abdurrahman Wahid). "Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 pukul 10 pagi. Pada sore harinya sekitar pukul 17.00 ada tamu yang mengaku mewakili masyarakat Indonesia bagian Timur dengan menyatakan, "Pak Hatta, saya dengar besok PPKI akan mengadakan rapat, saya adalah wakil dari Indonesia timur, apabila tujuh kata dalam piagam Jakarta itu ditetapkan, maka kami masyarakat Indonesia timur tidak akan ikut Indoneisa, lebih baik kami dijajah kembali". Selanjutnya Hatta mengatakan bahwa orang timur itu diantar oleh Maeda (pemimpin tertinggi militer Jepang).
Pertanyaan yang muncul adalah, siapakah yang dimaksud orang timur itu? siapakah yang memberikan mandat kepada orang itu untuk mewakili masyarakat Indonesia Timur? Dan manakah yang dimaksud dengan 'timur' itu, apakah Jakarta timur, jawa timur, atau Indonesia bagian timur? karena apabila yang dimaksud adalah Indonesia bagian Timur, maka hal itu tidak masuk akal. Sebab, untuk sampai ke Jawa Timur saja orang membutuhkan waktu dua hari, apalagi Indonesia Timur.
Penegasan Hatta yang menyatakan bahwa wakil masyarakat Indonesia timur itu diantar oleh Maeda ia tuangkan dalam bukunya sendiri. Padahal, merujuk pada Tempo yang terbit pada bulan Agustus 1985, ternyata Maeda yang masih hidup memberikan kesaksiannya kepada Seiko Ogawa (Wartawan Tempo yang mewawancarainya di Tokyo). "Benarkah anda mengantarkan orang Timur kepada Hatta untuk meminta agar tujuh kata dalam piagam Jakarta dihapuskan?" Maeda pun menjawab, "Hatta adalah kawan saya, tetapi saya tidak pernah mengantarkan orang untuk mencoret tujuh kata dalam piagam Jakarta kepadanya."
Berdasarkan disertasi yang ditulis oleh Bolland tahun 1971, dinyatakan bahwa "Pencoretan tujuh kata tersebuh adalah konspirasi Soekarno-Hatta. Sedangkan orang timur yang dimaksud tidak ada sama sekal. Menurut disertasi itu juga, hal itu dilakukan karena jauh sebelum Indonesia merdeka, Jepang telah berpesan bahwa kalian boleh merdeka asalakan jangan Negara Islam.
(Makalah dan dialog dengan Prof. Dr. Mahfud MD, disampaikan dalam seminar bertema "Politik Hukum Islam di Indonesia", yang diselenggarakan oleh Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 25 Nopember 2006, bertempat di Aula Balai Diklat Departemen Sosial Yogyakarta.)
[4]. Pejuang Syariah Islam asal perbatasan Jawa tengah-Jawa Timur (Baca juga referensi yang lain)
[5]. Pejuang Syariah Islam asal Sulawesi (Baca juga referensi yang lain)
[6]. Pejuang Syariah Islam asal Aceh (Baca juga referensi yang lain)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar